Makalah pendidikan agama islam tentang jujur
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Jujur
adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia.
Kehidupan dunia tidak akan baik, dan agama juga tidak bisa tegak diatas
kebohongan, penghianatan serta perbuatan curang.
Jujur
dan mempercayai kejujuran, merupakan ikatan yang amat erat dengan para rosul
dan orang-orang yang beriman. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat Az-zumar
ayat 33-34 yang artinya: “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi tuhan
mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik,”
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam firman Allah SWT diatas bahwasannya jujur mempunyai
kedudukan yang amat tinggi dimata Allah SWT, juga dalam pandangan islam juga
dalam pandangan islam serta dalam pandangan orang-orang beradab dan juga
akibatnya yang baik, serta betapa bahayanya berbohong dan mendustakan
kebenaran.
Akan
tetapi jikalau kita lihat dan perhatikan tentang kehidupan sosial sekarang bahwa
kejujuran sudah jarang ditanamkan pada jiwa dan karakter seseorang, sudah
jarang kejujuran diaplikasikan dan diterapkan pada kehidupan keseharian
seseorang. Bahkan sekarang kebohongan, lawan dari kejujuran malah secara tidak
langsung diajarkan kepada anak-anak. Seorang guru disekolah dengan
terang-terangan mengajarkan anak didiknya untuk bebohong, membiarkan anak
didiknya mencontek ketika ujian, bahkan yang sangat memprihatinkan adalah
sekarang banyak sekolah-sekolah yang mengkoordinasi pembelian kunci jawaban
atas para siswanya sebagai jalan pintas
dan sebagai bahan mencontek untuk
menjawab soal ujian negara. Karena itu
dalam makalah ini saya akan mencoba membahs tentang kejujuran.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian jujur ?
2. Bagaimana
urgensi sifat jujur dalam pendidikan Islam?
3. Apa
manfaat dan keutamaan sifat jujur?
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Jujur
Dalam
bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat
dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan
kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur
juga disebut dengan benar atau sesuai dengan kenyataan.
Jujur
adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah
menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.[1] Adapula
yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus
terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi kalau suatu berita
sesuai dengan keadaan yang ada,
maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak maka dikatakan dusta.
Kejujuran
itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seseorang yang
melaksanakan sesuatu perbuatan, tentu sesuai dengan apa yang ada pada batinnya.
Seseorang yang berbuat riya’ tidaklah dikataka sebagai orang yang jujur karena
dia telah menampakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan
(didalam batinnya). Begitu pula orang yang munafik tidaklah dikatakan sebagai
seorang yang jujur karena ia menampakan dirinya sebagai seorang yang bertauhid,
padahal sebaliknya. Hal yang sama juga berlaku pada pelaku bid’ah; secara
lahirlah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tapi hakikatnya dia berbeda
dengan Nabi. Jelasnya, kejujuran merupakan sifat seorang beriman, sedangkan
lawannya dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
2. Urgensi
sifat jujur dalam pendidikan Islam
Kejujuran
merupakan sifat terpuji dan kunci sukses dalam kehidupan sehari-hari. Banyak
contoh yang menunjukan bahwa orang jujur selalu disenangi orang lain. Bahkan
orang jujur dengan mudah dapat meningkatkan kedudukan dan martabatnya. Salah
satu contoh adalah kejujuran Nabi Muhammad sebelum menjadi nabi, ketika beliau
diamanati tugas oleh Siti Khodijah untuk berdagang, karena kejujuran beliau
tersebutlah usaha Khodijah semakin maju dan berhasil merauk keuntungan yang
besar, kemudian setelah itupun Khodijahpun jatuh hati pada Muhammad karena
kejujurannya itu, hingga akhirnya Muhammad menikah dengan Khodijah janda yang
kaya raya itu.
Selain
itu kejujuran adalah sikap yang perlu ditanamkan dihati anak-anak kita sejak
awal dan harus dipantau setiap waktu pengamalannya setiap waktu dan kesempatan.
Dengan mentradisikan sikap bisa dipercaya dan jujur disetiap urusan
dilingkungan keluarga, lambat laun seorang anak akan membawa
kebiasaan-kebiasaan baik itu pada system baru dimana anak-anak kita akan
berinteraksi. Pola pendidikan yang dilakukan orang tua dampaknya sungguh
luarbiasa pada anak-anak kita. Sebaliknya tradisi berbohong, curang, dan tidak
jujur disetiap urusan (apalagi didalam keluarga) akan mudah berkembang dalam
diri anak-anak.Konsisten dalam ucapan dan perbuatan menjadi perbuatan
kepribadian sesorang. Oleh karena itu, penanaman sikap konsisten ini juga tidak
boleh diabaikan oleh orang tua kepada anak-anaknya agar kelak setelah dewasa,
anak kita menjadi orang yang bertanggung jawab, tegas dalam mengemban amanah,
santun dalam perbuatan dan kuat dalam pendirian [2]
وَ عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ البَاهِلِيْ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَنَا
زَعِيْمٌ بِبَيْتٍ فِيْ رَبْضِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًا
وَبِبَيْتٍ فِيْ وَسَطِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَ بِبَيْتٍُ فِيْ أَعْلىَ
الجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ. {رواه أبو داود بإسناد صحيح}
Artinya:
“Abu Umamah Al-Bakhili r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Saya dapat
menjamin suatu rumah dikebun surga untuk orang yang meninggalkan perdebatan meskipun
ia benar. Dan menjamin suatu rumah dipertengahan surga bagi orang yang tidak
berdusta meskipun bergurau. Dan menjamin rumah disuatu bagian tertinggi dari
surga bagi orang yang baik budi pekertinya.”
(H.R.
Abu Dawud dengan sanad yang sohih)
Hadis
diatas menerangkan tiga prilaku penting yang mendapatkan jaminan surga dari
Rasulullah bagi yang memilikinya. Tentu saja, ketiga perilaku ini harus diiringi
berbagai kewajiban lainnyayang telah ditentukan islam. Ketiga perilaku tersebut
adalah:
1) Orang
yang meninggalkan perdebatan meskipun ia benar
Berdebat atau
berbantah-bantahan adalah suatu pernyataan dengan maksud untuk menjadikan orang
lain memahami suatu pendapat atau mengurangi kewibawaan lawan debat dengan cara
mencela ucapannya sekalipun orang yang mendebatnya itu tidak tahu persis
permasalahan, karena kebodohannya. Dan yang lebih ditonjolkan dalam berdebat
adalah keegoannya sendiri sehingga ia beruasaha mengalahkan lawan debatnya
dengan berbagai cara.
Sebenarnya tidak semua
bentuk perdebatan dilarang, dalam islam apalagi jikalau berdebat dalam
mempertahnkan aqidah. Hanya saja, perdebatan seringkali membuat orang lupa
diri, terutama kalau perdebatannya dilandasi oleh keegoan masing-masing, bukan
dilandaskan untuk mencari kebenaran.
Tidak sedikit orang
memiliki ego sangat tinggi dan tidak mau dikalahkan orang lain walaupun dalam
hatinya ia merasa kalah. Tipe orang seperti itu biasanya, selalu berusaha untuk
mempertahankan idenya dengan cara apapun. Kalaupun dilayani, yang terjadi bukan
hanya adu mulut melainka adu fisik. Oleh karena itu, perdebatan hendaknya
dihindari karena berbahaya dan dianggap salah satu perbuatan sesat. Rasulullah
SAW bersabda:
مَا
ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ ان هَداهُمُ اللهُ الاّ أوتُوا الجدلََ. {رواه الترمذي عن أبي
أمامة}
Artinya: “Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapat
petunjuk Allah, kecuali kaum mendatangkan perdebatan.”.
(H.R. At-Tirmidzi, dari Abu Umammah)
Adapun dalam menghadapi
orang yang selalu ingin menang dalam setiap perdebatan, Nabi menganjurkan
umatnya untuk meninggalkannya, dan membiarkannya beranggapan bahwa dia menang
dalam perdebatan tersebut. Dengan berperilaku seperti itu, buka berarti kalah
dalam perdebatan teersebut, melainkan menang
disisi Allah dan mendapat pahala yang besar, sebagaimana Nabi menyatakan
bahwa dijaminkan surge baginya.
Akan tetapi dalam
hal-hal tertentu, seperti ketika berdebat dengan orang-orang yang kafir tentang
aqidah, kita harus mempertahankan pendapat kita dengan menggunakan berbagai
cara supaya mereka menyadari bahwa aqidah kita memang benar dan mereka salah.
Kalau mereka tidak mengerti juga, serahkan kepada Allah agar mereka diberi
petunjuk, tetapi kita harus tetap berusaha untuk tidak mengalah dan menuruti
pendapat mereka.
.........وإن الشّياطيْنَ لَيُوْحُوْنَ
الى أوليائِهِمْ ليُجادلُوكم وإن أَطعُتُمُوهُمْ إنّكم لمُشِركُوْنَ. {الأنعام:
121}
Artinya: “Sesungguhnya
setan itu membisikan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika
kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang –orang yang
musyrik”.
(Q.S. Al-An’Am: 121)
Dengan demikian, kapan
seorang harus meninnggalkan suatu
perdebatan dan kapan ia harus mempertahankannya sangat bergantung pada
kondisi. Akan tetapi hadis diatas menekankan kemaslahatan bagi semuanya.
Janganlah karena sama-sama bersikeras mempertahankan pendapat dan masing-masing
merasa paling besar sehingga saling menghina dan melecehkan, bahkan tidak tidak
menutup kemungkinan berlanjut pada
timbulnya keributan atau perkelahian.
Dalam berdebat
hendaklah mengetahui dengan jelas motivasi dan tujuannya, apakah mencari
kebenaran atau mencari prestise semata. Kalau sama-sama mencari kebenaran ,
diyakini bahwa mereka yang berdebat tidak akan mempertahankan pendapatnya yang
salah dan tidak akaan salin menjatuhkan satu sama lain. Namu demikian meninggalkan perdebatan adalah paling utama
dan pelakunya akan diberi pahala oleh Allah SWT, dengan menempatkannya disurga.
2) Orang
yang tidak berdusta meskipun bergurau
Berdusta adalah
menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Dusta sangat
dilarang dalam islam. Karena selain merugikan orang lain, juga merugikan diri
sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang mencela orang yang suka berdusta, apalagi
terhadap mereka yang mendustakan Allah. Seperti firman-Nya:
ويومَ
القيامةِ ترَى اّلذِيْن كذَََّبُوا على اللهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِىْ
جَهَنّمَ مَثْوًى ِللمُتكبِّرِيْنَ
{الزمر : 60}
Artinya: Pada hari
kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya
mukanya hitam. Bukankah didalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang
yang menyombongkan diri”.
Sebaliknya, Islam
sangat menghargai orang yang bersifat jujur walaupun dalam bercanda.
Orang-orang yang selalu jujur walaupun dalam bercanda sebagaimana disebutkan
dalam hadis diatas dijaminkan oleh Rasulullah SAW satu tempat disurga.
Dalam bercanda seseorang
biasanya suka melebih-lebihkan candaannya untuk mengundang tawa orang yang
diajak bercanda. Hal ini membuatnya merasa puas. Maka dibuatlah gurauan dengan
berbagai cara walaupun harus berbohong. Hal seperti itu, tidaklah dibenarkan
dalam Islam karena apapun alasannya berbohong merupakan perbuatan yang
dilarang.
Rasulullaw SAW bersabda
:
عَنْ
بَهِْزبْنِ حكيمٍ عن أبيه عن جدِّهِ قال: قا ل رسولُ الله صلّى اللهِ عليهِ وسلّمَ
: ويلُ الّذِي يُحَدِّثُ فَيكْذِبُ لِيَضْحَكَ بِهِ ويلٌ لهُ ثمّ ويلٌ لهُ. {أخرجه
اللثلاثة: وإسناده قوي}
Artinya:
“Dari Bahz Ibn Hakim
dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kecelakaanlah bagi
orang-orang yang menceritakan, tetapi ia berdusta untuk membuat orang-orang
tertawa itu, Kecelakaanlah baginya! Kemudian kecelakaanlah baginya!”.
(Dikeluarkan oleh tiga
dan isnadnya kuat)
Rasulullah memberikan
contoh tentang bercanda yang tidak dicampuri bohong. Ketika beliau didatangi
seorang nenek apakah ia akan masuk surga, Nabi menjawab bahwa nenek itu tidak
aka nada disurga. Hal itu membuat sinenek menangis sehingga Siti Aisyah merasa
iba kepadanya. Kemudian ia menanyakan
kepada Rasulullah SAW tentang jawaban yang diberikan kepada nenek tersebut.
Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa disurga tidak akan ada nenek-nenek atau kakek-kakek.
Mereka yang ketika didunia sudah tua, kalau masuk kesurga, mereka akan muda
kembali, Siti Aisyah pun mengerti dan tertawa.
Kejujuran juga harus
selalu dipegang teguh oleh para ahli ilmu jika ia menghadapi sesuatu yang belum
ia ketahui. Secara jujur ia harus mengatakan bahwa ia tidak tahu. Bahkan para
ilmuwan salaf setiap selesai menulis karya mereka, selalu menulis wallahu
a’lam (Allah lebih Mengetahui). Pernyataan seperti itu adalah kejujuran
sangat tinggi dari seorang ilmuwan tentang kebodohan dirinya dan kemahatauan
Allah SWT.
Menurut M. Quraish
Shihab seseorang yang disodori prtanyaan mengenai sesuatu yang belum ia ketahui
jawabannya mempunyai tiga pilihan: pertama, menjawab dengan membohongi dirinya
sendiri dan sipenanya; kedua, beruasaha meyakinka dirinya dan penanya dengan
memberikan jawaban yang tidak pasti berdasarkan dugaan, sedangkan dugaan
menurut Al-Qur’an tidak bermanfaat sedikitpun terhadap kebenaran (Q.S. 53:28);
ketiga, bersikap jujur dengan berkata, “Saya tidak tahu.” Jawaban seperti
itulah yang selalu diberikan Nabi SAW, setiap kali beliau diajukan pertanyaan
yang tidak diketahui duduk perkaranya. Nabi bahkan bersabda , “ Bukti pengetahuan
seseorang adalah menjawab (dengan jawaban) ‘saya tidak tahu’.”
Adapun salah satu cara
untuk menjadi orang yang jujur adalah dengan cara bergaul dengan orang-orang
yang dikenal sebagai orang yang jujur, hal ini karena pergaula sangat
berpengaruh terhadap watak dan kepribadian seseorang. Allah SWT berfirman:
يا
ايُّها اّلذِيْن أمنُوا اتَّقُوا اللهَ وكُوْنُوْا مع الصادِقِيْن {التوبة: 119}
Artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar.” (Q.S. At-Taubah: 119)
Selain itu, melatuh
diri dari berbagai kondisi, seperti dicontohkan dalam hadis sekalipun ketika
bergurau. Orang seperti itulah yang dijamin mendapat tempat disurga. Namum
perhatikanlah hadits berikut:
لَيْسَ
الْكَذّابُ الّذِيْ يُصْلِحْ بيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِى خَيْرًا أوْ يَقَُوْلَ خَيْرًا
{رواه بخاري}
Artinya:
“Bukanlah disebut
pembohong, orang yang mendamaikan/merukunkan manusia. Ia mendatangkan apa yang
menyebabkan kebaikan, atau mengucapkan perkataan yang membawa kebaikan. (H.R.
Bukhori)[3]
Berdasarkan hadits
diatas diterangkan bahwa berbohong demi mendatangkan kebaikan dan mendamaikan
sebuah permusuhan tidak bisa disebut berbohong, karna manfaatnya yang baik bagi
manusia.
3) Orang
yang baik budi pekertinya
Sifat lainnya yang
meningkatkan derajat seseorang disisi Allah SWT, dan juga dalam pandangan
manusia adalah akhlak terpuji.
Salah satu risalah
Rasulullah SAW, adalah menyempurnakan akhlak manusia. Dalam menyempurnakana
akhlak terpuji, Rasulullah SAW memebrikan suri teladan bukan sekedar memberikan
anjuran atau perintah kepada umatnya. Itulah salah satu sebab keberhasilan
dakwah Rasulullah SAW. Beliau memiliki akhlak yang sangat terpuji yang dikagumi
kawan maupun lawannya. Hal itu dijelaskan dalam Al-Qur’an:
وإنّكَ
لَعَلََى خُلُقٍ عظِيْمٍ {القلم: 4}
Artinya:
“Sungguh engkau
(Muhammad) berbudi pekerti yang luhur”
(Q.S. Al-Qalam: 4)
Barang siapa yang
berakhlak mulia, ia harus berusaha meniru akhlak Rasulullah SAW, yakni menuruti
segala petunjuk yang terdapat didalam Al-Qur’an dan sunnahnya. Ketika Siti
Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW dia berkata bahwa akhlak
Rasulullah SAW adalah akhlak Al-Qur’an.
Sifat orang yang
berakhlak mulia, diantaranya adalah bermuka manis, berusaha untuk membantub
orang lain dalam perkara yang baik, serta menjaga dari perbuatan jahat. Orang
yang memiliki sifat seperti itu, selain dijanjikan surge sebagaimana dinyatakan
dalam hadis diatas, juga dianggap sebagai orang yang paling baik diantara
sesama manusia lain. Rasulullah SAW bersabda:
وَعنْ
عبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِ وبْنِ العاصِ رضِيَ اللهَ عنْهُمَا قال : لمَْ يكُنْ رسولُ
اللهِ ص. م. فاحِشًا ولاَ مُتَفَحِّشًا وكانََ يقُولُ : إنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أحْسَنَكُمْ
أخْلاَ قًا. {متفق عليه}
Artinya:
“Abdullah bin Amru bin
Al-Ash r.a berkata, “Rasulullah SAW bukan yang
Memiliki perilaku dan
perkataan yang keji. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik
akhlak (budi pekertinya).”
(H.R. Bukhari dan
Muslim)
Dalam hadis lain,
disebutkan bahwa orang yang berbudi pekerti yang baik akan mendapatkan pahala
seperti pahala orang yang terus-menerus berpuasa dan sholat malam. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda:
وعن
عائشةَ رضِيَ اللهُ عنْها قَالَتْ : سَمِعتُ رسُولَ اللهِ صلّى اللهِ عليهِ وسلّمَ
يقُولُ: إنّ المُؤْمِن لِيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ درجةَ الصّائِمِ القائِمِ
{رواه أبو داود}
Artinya: “Aisyah r.a. ia berkata
“Saya telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin dapat mengejar derajat orang yang
terus-menerus berpuasa dan sholat malam dengan budi pekertinya yang baik. “
(H.R. Abu Dawud)
3. Manfaat
dan keutamaan sifat jujur
Diantara
beberapa manfaat dan keutamaan dari sifat jujur adalah sebagai berikut:
a) Membawa
kebajikan
حَدِيْثُ عبْدِ اللهِ بنِ مسْعُودٍ رضِيَ
اللهُ عنْهُ عنِ النّبِيّ ِصلّى اللهُ عليْهِ وسلّمَ قال: إنّ الصِدْقَ يَهْدِي الى البِرِّ وإنّ البِرَّ
يَهْدِي الى الجنّةِ وإنّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حتّى يكونَ صِديقًا. وإنّ الكذِبَ
يَهْدِيْ الى الفُجُورِ وإنّ الفُجُورَ يَهْدِي الى النّارِ وإنّ الرّجُل لَيَكْذِبُ
حتي يُكتَبَ عندَ اللهِ كذّابًا.
{أخرجه البخاري في: 78-كتاب الأدب:69 باب
قوله تعالى: يا أيها الذين أمنوا اتقوا الله كونوا مع الصادقين}
Artinya:
Abdullah Ibnu
Mas’ud berkata bahwa Nabi SAW
bersabda, Sesungguhnya benar (jujur) itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan
itu menuntun kesurga, dan dan seseorang itu berlaku benar sehingga tercatat
disisi Allah sebagai seorang yang shiddiq (yang sangat jujur dan benar). Dan
dusta menuntun kepada curang, dan curang itu menuntun kedalam neraka. Dan
seorang yang berdusta sehingga tercatat disisi Allah sebagai pendusta.”
(Dikeluarkan oleh Imam Bukhori dalam kitab “Tatakrama” bab: firman
Allah Ta’ala: Hai oramg-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan jadilah
kamu semua bersama orang-orang yang benar.”)
Sebagaimana diterangkan hadis diatas bahwa berbagai kebaikan dan
pahala akan diberikan kepada orang yang jujur, baik didunia maupun kelak
diakhirat. Ia akan dimasukan kedalam surga dan mendapatkan gelar yang sangat
terhormat, yaitu shiddiq, artinya orang yang sangat jujur dan benar. Bahkan
dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa orang yang selalu jujur dan selalu
menyampaikan kebenaran dinyatakan sebagai orang yang bertakwa.
والّذِي جاءَ بالصّدقِ وصدَّقَ به اُوْلئِك
هُمُ المتّقُونَ {الزمر: 33}
Artinya:
“Orang-orang yang yang datang menyampaikan dan melakukannya
(kebenaran itu), mereka itulah orang-orang yang takwa.”
(Q.S. Az-Zumar:33)
b)
Mendapat
pertolongan Allah
Dalam
kehidupan masyarakat, ada sebagian orang yang suka meminjam uang atau barang
kepada orang lain untuk digunakan sebagai penunjang usahanya. Hal itu itu
dibolehkan dalam islam dan Allah SWT aka
menolang mereka jikalau mereka berniat utuk digunakan sebagai penunjang
usahanaya dan berniat untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
Peminjam
tidak berniat menipu pemilik modal denag
mengguanakan iang yang dipinjamnya untuk berfoya-foya sehingga uang itu
habis begitu saja dan ia tidak memiliki uang untuk menggantinya. Hal itu
merugikan pemilik modal hendaknya ingat bahwa harta tersebut adalah amanat yang
dipercayakan pemilik kepadanya. Dalam Islam Umatnya selalu diingatkan untuk
menjaga amanat yang dipercayakan kepadanya dan mengembalikan amanat tersebut
kepada pemiliknya
“Sesungguhnya
Allah SWT menyuruh kamu semua agar memenuhi amanat kepada yang brhak
menerimanya.” (Q.S. An-Nisa: 58)
Begitu
seorang peminjam modal, ia harus harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaga
kepercayaan yang diraihnya tersebut dengan cara mengembalikan modal yang
dipinjamnya pada waktu yang telah disepakati. Jika ia berbuat demikian, pemilik
modal akan semaki mempercayainya. Ini
berarti, jika ia memerlukan modal lagi, ia tidak akan mengalami kesulitan.
Selain
akan mendapatkan predikat shiddiq, sebagaiman dijelaskan dalam pembahasan
dahulu, ia juga akan dimudahkan oleh Allah SWT dalam setiap usahanya, terutama
dalam usahanya untuk mengembalikan modal yang diamanatkan kepadanya.
وَمن
يتَّقِ اللهَ يجْعلْ لهُ مِنْ أَََمْرِهِ يَََِسِيْرًا{الطلاق:4}
“Barang siapa yang
bertakwa kepada Allah SWT, Dia akan menjadikan dari urusannya mudah.”
(Q.S.
At-Thalaq: 4)
BAB
III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
jujur
adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk
dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar atau
sesuai dengan kenyataan.
1) Jujur
adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah
menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Ada
tiga perilaku yang sangat penting untuk dilakukan dalam pergaula di masyarakat,
yaitu: meninggalkan perdebatan meskipun ia benar, tidak berdusta meskipun ia
bergurau, dan baik budi pekertinya. Rasulullah menjamin bahwa mereka memiliki
tiga sifat tersebut akan mendapat surga, maisng dalam tingkatan yang berbeda.
3) Jujur
akan membawa kebajikan dan orang yang jujur akan mendapat pertolongan Allah
SWT.
II.
Daftar Pustaka
1) Syafefe’i
Rachmat, 2000. Al-Hadis Akidah Akhlak Sosial dan Hukum. Bandung.. CV PUSTAKA
SETIA
2) Sunarto
Ahmad dan Noor Muhammad, 2008. Himpunan Hadis Shahih Bukhari. Jakarta, Annur
Press
3) Ummatin
Khoiro, 2011. 40 hadis shahih Mengintip Nabi Mendidik Buah Hati. Yogyakarta,
Pustaka Pesantren
4) Ukhuwahislah.blogspot.com/2013/
Makalah Jujur
[1]
PROF. DR. H. Rachmat Syafe’I, M.A, Al-Hadis Aqidah-Akhlaq-Sosial dan Hukum,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), cet. Terahir hal. 77
[2]
Khoiro Ummatin, 40 Hadis Shohih-Mengintip Nabi Mendidik Buah Hati
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011)
[3]
Achmad Sunarto Syamsudin Noor. S.Ag , Himpunan hadis Shahih Bukhari (Jakarta:
Annur Press, 2008) hal,283.
siip
BalasHapusjossz
BalasHapus